meminta

Malam ini, malam yang sebenarnya tak pernah ia pikirkan, bertemu kembali dengan Ohm Pawat, sosok yang berhasil menghancurkan harapan dan hatinya. Tentu ia tidak berharap apapun, semuanya telah Nanon relakan, pertemanannya, bahkan perasaannya ikut ia relakan jika memang hari ini Pawat memintanya begitu.

“Nanon” Nanon menoleh, ia melihat Pawat dengan stelan casual khas-nya. Begitu tampan, tidak ada celah.

“Hai, udah lama ga ketemu” kocak, setelah berbulan bulan dirinya tidak menghubungi Nanon, Pawat malah memilih melontarkan kalimat tersebut

“Haha, iya” canggung, atmosfir diantara mereka berdua saling berlawanan, Pawat yang mencoba hangat dengan Nanon yang sudah dingin, sulit ditembus.

“Pesen dulu?” Nanon mengangguk menyutujui saran Pawat. Setelah keduanya memesan, suasana kembali canggung, bingung memulai dari mana. Semuanya rancu dan jantung mereka ikut berpicu.

“Mm…Non? Gue mau minta maaf” terontar, kalimat yang tidak begitu menarik menurut Nanon. Tipikal Ohm Pawat dengan 1000 maaf.

“Buat?” Dingin, perkataannya menusuk langsung tepat di jantung Pawat, semakin berdegup kencang.

“Hm…semuanya….” Yang lebih muda menunggu kelanjutan kalimat yang lebih tua, kalimatnya seperti berada diujung jurang, tanggung.

“Yaudah, jelasin” ucap Nanon, datar, padahal jantungnya berdegup sangat cepat, telapak tangannya berkeringat, tetapi ia memilih menyembunyikan dengan suara dan muka datarnya.

“Malem dimana gue dan lo ngelakuin itu, sebenernya gue sadar, gue nikmatin banget malah. Tapi, entah kenapa pas gue bangun, gue ngerasa marah, gue marah karena nidurin lo, gue marah karena gue deket sama fah, gue marah sama diri gue sendiri.

Gue ngerasa canggung sama lo dan gue milih untuk ngelupain malem itu. Itu susah banget, gue gabisa lupain lo setiap hari. Otak gue penuh sama lo, Non. Gue struggle sendiri cari kenyamanan sana sini, tapi tetep nihil, gue inginnya sama lo.

Gue tau gue denial sama diri sendiri, gue tetep gamau akuin lo, tapi makin gue berusaha lupain lo, semakin lekat juga semua tentang lo di otak gue, gue sering ngebandingin orang orang sama lo dan berpikiran 'oh, nanon lebih laik lah' selalu gitu.

Sampai akhirnya tadi malem, gue yakin sama diri gue sendiri, gue emang butuh lo di seumur hidup gue, lo yang ternyata selama ini gue cari, lo rumah gue, gue gamau sekedar singgah ke lo, gue ingin menetap. Selamanya. Gue tau selamanya itu pasti lama banget, tapi gue gapunya kata lain selain 'selamanya', karena gue beneran ingin selalu sama lo.

Non, lo mau ngasih kesempatan kedua? Lo mau coba buka hati ke gue?” Penjelasannya panjang, sengaja tidak Nanon potong, ia ingin sang tuan mengatakannya tanpa merasa terintimidasi.

“Makasih udah jelasin alasan lo ke gue dan makasih juga udah jujur ke gue. Gue kecewa, tentu gue kecewa banget saat lo milih buat lupain hal yang terjadi diantara gue sama lo, tapi gue gabisa apa apa. Bisa sih gue marah depan lo, ngungkit semuanya, tapi gue mikir lo udah bahagia sama Fah ya gue ikut bahagia, makanya gue memilih diem dan liat lo bahagia.

Paw, gue selalu buka hati untuk lo, sekarang pun gue masih buka hati. Pertanyaannya, apa lo beneran mau? Apa lo bakal tetep nyari ekspetasi lo saat lo berhasil masuk ke hati gue? Karena gue sadar gue jauh dari semua ekspetasi lo, dan seperti yang lo bilang, selamanya itu gak sebentar.” Yang lebih muda berkata, lembut sekali, tidak tersirat kemarahan, hanya ada khawatir dan tulus.

Sang Tuan meraih tangan yang lebih muda, membawanya kedalam genggaman hangat, lucu, mereka memilih tempat ramai akan orang dan bising disaat mereka membutuhkan waktu untuk berdua, sunyi, dan tentram.

“Non, maaf ya?” Sang Tuan kembali meminta, berharap sosok dihadapannya mengabulkan permintaannya.

“Paw, gue selalu maafin lo” perkataannya membuat Sang Tuan kembali merasa bersalah.

“Mau ngulang dari awal? Lo sebagai rumah gue, dan gue sebagai rumah lo?” Ujar pawat, perkataannya seperti memohon, matanya berbinar, harapannya besar.

“Mau.” Nanon menyunggingkan senyum manisnya, membuang semua kecewa dan kemarahannya, juga menyampingkan egonya, memilih untuk mulai kembali dengan Pawat, sebagai rumah tempat tinggal. Selamanya.

Malam ini Lucy ramai, tetapi menurut mereka, malam ini terasa hanya mereka berdua di dunia ini. Malam ini dingin, mereka tak menyangkal, tetapi saat kedua hati menyatu, malam tak lagi dingin, ia hangat.