October Fall
Bulan oktober, bulan yang selalu Nanon tunggu setiap tahunnya, beralihnya musim panas menuju musim dingin merupakan waktu favorit Nanon, dimana daun daun yang berubah dari hijau menjadi merah lalu berguguran dengan indahnya mengikuti arah angin yang menari indah lalu mendarat di tanah dengan sempurnanya. Sudah hampir tahun kedua Nanon berada di kota Berlin, karena ayahnya yang diharuskan pindah. Tetapi dirinya bersyukur atas itu, jika ayahnya tidak diharuskan pindah ke Berlin mungkin ia tidak dapat melihat musim gugur secara langsung selama masa hidupnya.
Di siang hari ini Nanon menghabiskan waktunya dengan meminum teh hangat dan menikmati Gulaschsuppe dan roti di kamarnya sambil menatap keluar jendela memerhatikan daun berguguran dari pohon di depan pekarangan rumahnya. Kegiatannya terganggu oleh ponselnya yang berdering, memperlihatkan nama Ohm Pawat— sahabatnya, ya setidaknya kedua belah pihak sepakat bahwa status mereka sahabat, tertara di layar ponselnya. Nanon mengangkat panggilan tersebut, “hi” sapanya kikuk. terdengar kekehan diseberang sambungan,
“hey, it's autumn“
Nanon tertawa kecil, “iya, aku juga tau sekarang musim gugur”
“will you explore the endless halls with masterpiece placed on the table, with me?” Tanya Ohm .
Nanon tertawa lalu menjawab “bode museum perhaps? see you there in 20?”. menurut Nanon pergi ke museum adalah salah satu kegiatan yang tepat untuk dilakukan saat musim gugur selain menonton Opera di Komische Oper Berlin dan jalan jalan di Tiergarten lalu berakhir melihat festival lampu di Brandenburg.
“sure Bode Museum, see you there.” Lalu panggilan pun terputus, Nanon bergegas menghabiskan supnya lalu mengganti bajunya dan tak lupa memakai jaketnya. Cuaca hari ini terbilang cukup bersahabat, meski udara dingin sudah mulai menyapa kulit tangan Nanon.
Bode Museum, museum yang berada tepat diantara Sungai Spree dan Kupfergraben. Nanon hanya mengetahui, museum bode merupakan museum yang berisi patung patung dari awal Abad Pertengahan hingga akhir tahun 1700-an. Entahlah, ia hanya sebatas mengetahui fakta tersebut, mungkin Ohm mengetahui isi koleksi Museum Bode lebih lengkap.
Terlihat dari jauh bangunan Bode Museum dengan desain arsitektur Neo-Baroque berdiri kokoh di ujung jalan. Nanon berjalan sembari menikmati hembusan angin musim gugur di pinggir sungai Spree, Museum Bode berada tak jauh dari stasiun kereta api Georgenstr— stasiun dimana Nanon turun, sekitar 10 menit ditempuh dari stasiun tersebut dengan berjalan kaki untuk tiba di Bode Museum, dan Nanon pun merasa tidak keberatan akan hal itu karena ia bisa menikmati hawa angin dingin dengan sedikit sinar matahari yang hangat menerpa kulitnya. Nanon mendapat pesan bahwa Ohm sudah sampai dan sudah membelikannya tiket untuk memasuki area pulau museum.
“Nanon” Suara bariton mengisi indera pendengaran Nanon, dengan refleks ia memutarkan kepalanya, mengikuti arah suara tersebut. Terlihat Ohm dengan pakaian serba hitam dengan turtleneck sweatshirt dibalut mantel hitam berbahan wol sedang tersenyum sambil melambaikan tangannya. Nanon tertawa kecil lalu berjalan mendekati Ohm.
“okay, jadi gimana nih rencanannya mister soon-to-be museology?” goda Nanon.
“hahahaha, jadi ini kita keliling keliling museum di pulau museum aja. kamu mau ke museum mana?” Jawab Ohm
“udah Bode aja” Ohm menganggukkan kepalanya, lalu menarik tangan Nanon untuk memasuki Museum Bode. Tentu Nanon terpesona dengan desain interior museum yang dibangun akhir abad ke-19 ini. Sebelumnya ia sudah 'searching' mengenai Museum Bode dan ia tahu museum tersebut memanglah menawan, tetapi yang ia rasakan saat memasuki museum tersebut rasanya seperti jiwanya berada di surga. Ohm tersenyum melihat Nanon yang menjadi salah satu patung karena terlalu terpesona.
“shall we?” tanya Ohm menyadarkan Nanon yang masih tidak berkutik. Nanon tersadar lalu mengangguk. Mereka mulai menelusuri semua sisi yang berada di museum beserta dengan penjelasan Ohm mengenai patung patung bersejarah yang ia ketahui.
“ini patung buatan Donatello. Liat deh, dia secara ga langsung menggabungkan sensualitas klasik dengan moralitas humanisme. Patung ini cuman ditutupi dengan jubah yang pendek kan?” Nanon mengangguk menjawab pertanyaan retoris dari Ohm, Ohm tersenyum lalu kembali melanjutkan penjelasannya, “nah iya, jadi kaki kanannya hampir sepenuhnya telanjang sampai ke pinggul dan kaki kirinya yang diangkat. Kesimpulannya patung ini menggambarkan sentuhan karakter yang maskulin dan feminim disaat bersamaan.”
“paw, apa ada lagi sculptor yang bikin patung berkaitan dengan sensualitas?” Tanya Nanon penasaran, Ohm menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“ada, sini aku tunjukkin karyanya” Ohm kembali menarik lembut lengan Nanon menuju salah satu patung.
“ini, salah satu favorit aku; The Barberini Faun patung ini sebenernya dipahat oleh pematung Yunani yang tidak dikenal dan sempat mengalami kerusakan parah di bagian tangan kiri sama kaki kanan terus tahun 1799 sama Vincenzo Pacetti ditambah di beberapa bagian yang hilang. Patung ini sebenernya risqué sih. Tapi, sentuhan sekualitas yang mencolok dari patung ini menarik bagi pecinta seni modern, ya karena ga semua menganggap ini ga pantas.”
Nanon membiarkan suara Ohm memenuhi pendengaran dan mengalir ke otaknya, ia senang mendengarkan penjelasan Ohm, sangat mudah dimengerti dan singkat, ia pun senang melihat antusiasme Ohm dalam menjelaskan detail patung patung indah di hadapannya. Sudah berjam jam Ohm dan Nanon berada di dalam Museum Bode, dan Nanon hanya memerhatikan Ohm sejak Ohm selesai menjelaskan tentang patung milik Pacetti tadi. Entah lah, seluruh pusat matanya hanya fokus menatap wajah Ohm dan senyumnya yang tak pernah ia lepas selagi menjelaskan keberadaan karya karya yang ia ketahui. Nanon pernah membaca satu kutipan ’in a room full of art, i’d still stare at you’ dan ia merasakan hal itu, di satu ruangan yang penuh karya karya luar biasa, manik dan perhatiannya malah tertuju pada Ohm Pawat, bahkan menurutnya Ohm lebih indah dari patung patung di sekelilingnya.
“paw, aku yakin kamu bakal jadi museologi terhandal” Puji Nanon, “makasih ya udah jelasin semuanya, aku jadi seneng ke museum. pokoknya cuman aku aja yang boleh kamu ajak ke museum” lanjut Nanon. Ohm mengerutkan kedua alisnya lalu tak lama dari itu senyuman lebar muncul dari wajah tampannya.
“iya nanon” jawab Ohm sambil mengacak ngacak pelan rambut Nanon.
Setelah Ohm dan Nanon puas mengelilingi seluruh ruangan di Bode Museum mereka memutuskan untuk keluar dan berjalan kaki menikmati musim gugur di taman yang tidak jauh saat menyeberangi sungai melewati Monbijou Bridge.
Keduanya terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. Menikmati indahnya kota Berlin saat musim gugur. “aku selalu suka musim gugur, tau ga kenapa?” tanya Nanon sambil menoleh ke arah Ohm memecah kesunyian diantara dirinya dan Ohm, Ohm menggelengkan kepalanya pelan.
“Scott Fitzgerald once said: life starts all over again when it gets crisp in the fall.” Lanjut Nanon memalingkan tatapannya dari Ohm.
“sini deh” Nanon menarik tangan Ohm menuju tumpukkan daun dibawah pohon yang sudah berguguran hingga terdengar suara bisikkan daun kering.
“nih, liat ya” Nanon mulai melompat lompat diatas tumpukan daun dengan senangnya, Ohm tertawa kencang melihat kelakuan Nanon yang seperti anak kecil. melepaskan genggaman tangan mereka yang masih menyatu dengan tangan Ohm dan Ohm pun ikut meloncat kecil, ikut bermain dengan daun-daun kering.
“Nanon, telapak tangan kamu dingin banget” Ujar Ohm saat kembali menyentuh tangan Nanon, berniat mengajaknya lanjut berjalan. Dengan sigap Ohm meraih kedua tangan Nanon yang dingin.
“apa hawanya terlalu dingin buat kamu?” Tanya Ohm, Nanon mengangguk kecil, tidak terlalu dingin sih, tapi cukup membuat telapak tangan dan pipi Nanon dingin.
“boleh ya aku simpen kedua tangan kamu di lubang mantel aku?” Nanon mengerutkan kedua alisnya, lalu jika Ohm menyimpan kedua tangannya di lubang mantel Ohm bagaimana ia bisa berjalan?
“terus? jalannya gimana?” Tanya Nanon, Ohm mengelus pelan ubun-ubun Nanon lalu meraih tangan kiri Nanon untuk melingkar di lengan kiri Ohm, dan Ohm menggenggam tangan kanan Nanon dengan tangan kirinya dan memasukinya kedalam saku mantelnya.
“impressive” celetuk Nanon sambil tertawa, kini tubuhnya menempel dengan tubuh Ohm dan tangannya pun bergenggaman dengan tangan Ohm.
“Nanon, the leaves aren't the only thing falling this season, i'm also falling for you” Nanon terdiam mendengarkan pernyataan Ohm. Apa ini artinya Ohm mengutarakan perasaannya? Sial, pikiran Nanon sudah tidak karuan, pipinya yang awalnya dingin mulai memanas. Ohm melepaskan genggaman tangan Nanon yang masih berada di dalam mantelnya, ia memutar tubuhnya menghadap Nanon lalu menangkup kedua pipi Nanon dan mengecupnya pelan. Nanon terdiam, mencoba mencerna semua perlakuan Ohm dan menutup matanya. Menikmati bibir hangat Ohm menempel di bibir dinginnya. Ohm melepaskan kecupannya. Nanon membuka kedua matanya, menatap lurus ke manik cokelat tua milik Ohm lalu ia menarik tengkuk Ohm dengan perlahan untuk kembali menciumnya. Keduanya tenggelam dalam ciuman lembut ditengah berjatuhannya daun-daun yang tertiup angin.
“haaaa, dingiiinn” rengek Nanon, setelah ia sengaja melepaskan ciumannya dengan Ohm saat angin berhembus. Ohm tertawa kencang lalu kembali membawa kedua tangan Nanon ke awal semula ia menggengamnya.
“next time, take me to a museum and kiss me between the paintings and statues” ujar Nanon. Ohm menganggukan kepalanya lalu mengecup dahi Nanon dan melanjutkan perjalanan mereka menuju restoran untuk mengisi tenaga dan menghangatkan tubuh.
Dan dengan itulah, status hubungan sahabat mereka berubah menjadi lebih intim dan lebih berharga dari segalanya.
Their Love is like autumn; heady, golden, and pure but limited, always doomed to expire.