chewiecherie

Malam ini, malam yang sebenarnya tak pernah ia pikirkan, bertemu kembali dengan Ohm Pawat, sosok yang berhasil menghancurkan harapan dan hatinya. Tentu ia tidak berharap apapun, semuanya telah Nanon relakan, pertemanannya, bahkan perasaannya ikut ia relakan jika memang hari ini Pawat memintanya begitu.

“Nanon” Nanon menoleh, ia melihat Pawat dengan stelan casual khas-nya. Begitu tampan, tidak ada celah.

“Hai, udah lama ga ketemu” kocak, setelah berbulan bulan dirinya tidak menghubungi Nanon, Pawat malah memilih melontarkan kalimat tersebut

“Haha, iya” canggung, atmosfir diantara mereka berdua saling berlawanan, Pawat yang mencoba hangat dengan Nanon yang sudah dingin, sulit ditembus.

“Pesen dulu?” Nanon mengangguk menyutujui saran Pawat. Setelah keduanya memesan, suasana kembali canggung, bingung memulai dari mana. Semuanya rancu dan jantung mereka ikut berpicu.

“Mm…Non? Gue mau minta maaf” terontar, kalimat yang tidak begitu menarik menurut Nanon. Tipikal Ohm Pawat dengan 1000 maaf.

“Buat?” Dingin, perkataannya menusuk langsung tepat di jantung Pawat, semakin berdegup kencang.

“Hm…semuanya….” Yang lebih muda menunggu kelanjutan kalimat yang lebih tua, kalimatnya seperti berada diujung jurang, tanggung.

“Yaudah, jelasin” ucap Nanon, datar, padahal jantungnya berdegup sangat cepat, telapak tangannya berkeringat, tetapi ia memilih menyembunyikan dengan suara dan muka datarnya.

“Malem dimana gue dan lo ngelakuin itu, sebenernya gue sadar, gue nikmatin banget malah. Tapi, entah kenapa pas gue bangun, gue ngerasa marah, gue marah karena nidurin lo, gue marah karena gue deket sama fah, gue marah sama diri gue sendiri.

Gue ngerasa canggung sama lo dan gue milih untuk ngelupain malem itu. Itu susah banget, gue gabisa lupain lo setiap hari. Otak gue penuh sama lo, Non. Gue struggle sendiri cari kenyamanan sana sini, tapi tetep nihil, gue inginnya sama lo.

Gue tau gue denial sama diri sendiri, gue tetep gamau akuin lo, tapi makin gue berusaha lupain lo, semakin lekat juga semua tentang lo di otak gue, gue sering ngebandingin orang orang sama lo dan berpikiran 'oh, nanon lebih laik lah' selalu gitu.

Sampai akhirnya tadi malem, gue yakin sama diri gue sendiri, gue emang butuh lo di seumur hidup gue, lo yang ternyata selama ini gue cari, lo rumah gue, gue gamau sekedar singgah ke lo, gue ingin menetap. Selamanya. Gue tau selamanya itu pasti lama banget, tapi gue gapunya kata lain selain 'selamanya', karena gue beneran ingin selalu sama lo.

Non, lo mau ngasih kesempatan kedua? Lo mau coba buka hati ke gue?” Penjelasannya panjang, sengaja tidak Nanon potong, ia ingin sang tuan mengatakannya tanpa merasa terintimidasi.

“Makasih udah jelasin alasan lo ke gue dan makasih juga udah jujur ke gue. Gue kecewa, tentu gue kecewa banget saat lo milih buat lupain hal yang terjadi diantara gue sama lo, tapi gue gabisa apa apa. Bisa sih gue marah depan lo, ngungkit semuanya, tapi gue mikir lo udah bahagia sama Fah ya gue ikut bahagia, makanya gue memilih diem dan liat lo bahagia.

Paw, gue selalu buka hati untuk lo, sekarang pun gue masih buka hati. Pertanyaannya, apa lo beneran mau? Apa lo bakal tetep nyari ekspetasi lo saat lo berhasil masuk ke hati gue? Karena gue sadar gue jauh dari semua ekspetasi lo, dan seperti yang lo bilang, selamanya itu gak sebentar.” Yang lebih muda berkata, lembut sekali, tidak tersirat kemarahan, hanya ada khawatir dan tulus.

Sang Tuan meraih tangan yang lebih muda, membawanya kedalam genggaman hangat, lucu, mereka memilih tempat ramai akan orang dan bising disaat mereka membutuhkan waktu untuk berdua, sunyi, dan tentram.

“Non, maaf ya?” Sang Tuan kembali meminta, berharap sosok dihadapannya mengabulkan permintaannya.

“Paw, gue selalu maafin lo” perkataannya membuat Sang Tuan kembali merasa bersalah.

“Mau ngulang dari awal? Lo sebagai rumah gue, dan gue sebagai rumah lo?” Ujar pawat, perkataannya seperti memohon, matanya berbinar, harapannya besar.

“Mau.” Nanon menyunggingkan senyum manisnya, membuang semua kecewa dan kemarahannya, juga menyampingkan egonya, memilih untuk mulai kembali dengan Pawat, sebagai rumah tempat tinggal. Selamanya.

Malam ini Lucy ramai, tetapi menurut mereka, malam ini terasa hanya mereka berdua di dunia ini. Malam ini dingin, mereka tak menyangkal, tetapi saat kedua hati menyatu, malam tak lagi dingin, ia hangat.

Dilepaskannya earphone yang bertengger di telinga Nanon, malam hari ini cukup dingin untuk ia lewati sendiri, padahal sedari tadi AC di unitnya sudah dimatikan dan dirinya sekarang sudah dipeluk oleh selimut berbahan sutra. Ia melentangkan tubuhnya, khayalannya melayang, 15 menit berlalu dan Pawat belum juga tiba di apartmentnya, lengang, hanya terdengar samar samar suara detak jam.

Suara gaduh terdengar samar di depan pintu unit Nanon, ia yakin itu adalah Pawat yang diantar oleh teman-temannya.

DING

Benar saja, bel unitnya berdenting, ia bangun dari rebahnya, berlari kecil untuk membuka pintu.

“Nanon kan ya?” tanya salah sosok pria berbadan tinggi, parasnya tampan, ia yakini sosok tersebut adalah Lucas –pria yang menghubungi dirinya melalui ponsel Pawat.

“Iya” sang pemilik nama lantas membuka pintu lebar lebar, membiarkan kedua sosok pria yang memapah Pawat masuk kedala unitnya.

“Sorry ya, ngerepotin” kata tersebut terlontar dari bibir Nanon saat kedua lelaki tersebut sudah membaringkan tubuh Pawat di sofa.

“Haha, it’s okay. Kita berdua pamit ya, have a great night!” ditutupnya pintu unit kamar Nanon setelah kedua lelaki tersebut berpamitan pada Nanon.

Rancu

Perkataan pemuda tersebut rancu menurutnya.

‘Have a great night’?

Yang benar saja, kedua pemuda tersebut meninggalkan dirinya sendiri bersama dambaan hatinya yang sedang mabuk.

“Paw?” Panggilnya, ditepuknya pipi Pawat oleh telapak tangan lentik.

Tak ada jawaban, hanya erangan tak sadar saja yang mampu Pawat lontarkan.

Dipandangnya wajah sosok lelaki tampan dihadapannya, kedua alis pemuda tersebut mengerut, entah apa yang Pawat pikirkan sehingga alis itu menyatu.

Dielusnya kedua alis tebal Pawat oleh ibu jari Nanon, seolah memintanya untuk beristirahat.

Nanon meninggalkan Pawat terlelap di sofanya, ia ingin sekali membantu membersihkan tubuh Pawat, tetapi malam ini, ia tidak tega mengganggu lelapnya sang (harapan) kasih.

Sang malam kembali lengang, tetapi tidak dengan dingin, ia tak kembali.

Dilepaskannya earphone yang bertengger di telinga Nanon, malam hari ini cukup ingin untuk ia lewati sendiri, padahal sedari tadi AC di unitnya sudah dimatikan dan dirinya sekarang sudah dipeluk oleh selimut berbahan sutra. Ia melentangkan tubuhnya, khayalannya melayang, 15 menit berlalu dan Pawat belum juga tiba di apartmentnya, lengang, hanya terdengar samar samar suara detak jam.

Suara gaduh terdengar samar di depan pintu unit Nanon, ia yakin itu adalah Pawat yang diantar oleh teman-temannya.

DING

Benar saja, bel unitnya berdenting, ia bangun dari rebahnya, berlari kecil untuk membuka pintu.

“Nanon kan ya?” tanya salah sosok pria berbadan tinggi, parasnya tampan, ia yakini sosok tersebut adalah Lucas –pria yang menghubungi dirinya melalui ponsel Pawat.

“Iya” sang pemilik nama lantas membuka pintu lebar lebar, membiarkan kedua sosok pria yang memapah Pawat masuk kedalam unitnya.

“Sorry ya, ngerepotin” kata tersebut terlontar dari bibir Nanon saat kedua lelaki tersebut sudah membaringkan tubuh Pawat di sofa.

“Haha, it’s okay. Kita berdua pamit ya, have a great night!” ditutupnya pintu unit kamar Nanon setelah kedua lelaki tersebut berpamitan pada Nanon.

Rancu

Perkataan pemuda tersebut rancu menurutnya.

‘Have a great night’?

Yang benar saja, kedua pemuda tersebut meninggalkan dirinya sendiri bersama dambaan hatinya yang sedang mabuk.

“Paw?” Panggilnya, ditepuknya pipi Pawat oleh telapak tangan lentik.

Tak ada jawaban, hanya erangan tak sadar saja yang mampu Pawat lontarkan.

Dipandangnya wajah sosok lelaki tampan dihadapannya, kedua alis pemuda tersebut mengerut, entah apa yang Pawat pikirkan sehingga alis tersebut menyatu.

Dielusnya kedua alis tebal Pawat oleh ibu jari Nanon, seolah memintanya untuk beristirahat.

Nanon meninggalkan Pawat terlelap di sofanya, ia ingin sekali membantu membersihkan tubuh Pawat, tetapi untuk malam ini ia tidak tega mengganggu lelapnya sang (harapan) kasih.

Sang malam kembali lengang, tetapi tidak dengan dingin, ia tak kembali.

Dilepaskannya earphone yang bertengger di telinga Nanon, malam hari ini cukup ingin untuk ia lewati sendiri, padahal sedari tadi AC di unitnya sudah dimatikan dan dirinya sekarang sudah dipeluk oleh selimut berbahan sutra. Ia melentangkan tubuhnya, khayalannya melayang, 15 menit berlalu dan Pawat belum juga tiba di apartmentnya, lengang, hanya terdengar samar samar suara detak jam.

Suara gaduh terdengar samar di depan pintu unit Nanon, ia yakin itu adalah Pawat yang diantar oleh teman-temannya.

DING

Benar saja, bel unitnya berdenting, ia bangun dari rebahnya, berlari kecil untuk membuka pintu.

“Nanon kan ya?” tanya salah sosok pria berbadan tinggi, parasnya tampan, ia yakini sosok tersebut adalah Lucas –pria yang menghubungi dirinya melalui ponsel Pawat.

“Iya” sang pemilik nama lantas membuka pintu lebar lebar, membiarkan kedua sosok pria yang memapah Pawat masuk kedala unitnya.

“Sorry ya, ngerepotin” kata tersebut terlontar dari bibir Nanon saat kedua lelaki tersebut sudah membaringkan tubuh Pawat di sofa.

“Haha, it’s okay. Kita berdua pamit ya, have a great night!” ditutupnya pintu unit kamar Nanon setelah kedua lelaki tersebut berpamitan pada Nanon.

Rancu

Perkataan pemuda tersebut rancu menurutnya.

‘Have a great night’?

Yang benar saja, kedua pemuda tersebut meninggalkan dirinya sendiri seorang dambaan hatinya yang sedang mabuk.

“Paw?” Panggilnya, ditepuknya pipi Pawat oleh telapak tangan lentik.

Tak ada jawaban, hanya erangan tak sadar saja yang mampu Pawat lontarkan.

Dipandangnya wajah sosok lelaki tampan dihadapannya, kedua alis pemua ihaapannya mengerut, entah apa yang Pawat pikirkan sehingga alis tersebut menyatu.

Dielusnya kedua alis tebal Pawat oleh ibu jari Nanon, seolah memintanya untuk beristirahat.

Nanon meninggalkan Pawat terlelap di sofanya, ia ingin sekali membantu membersihkan tubuh Pawat, tetapi malam ini, ia tidak tega mengganggu lelapnya sang kasih.

Pagi itu Ohm Pawat baru saja selesai mandi, bagian bawah tubuhnya hanya dililit oleh handuk dan tangannya yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Suara ponselnya berdering, memperlihatkan nama temannya, Bright.

“Kenapa?” Tanya pawat to the point

lu pernah denger gasih anak chevolters ada yang keluar gara gara masalah sama anak anaknya?” tanya Bright

“Gatau, kenapa?”

anjing, anaknya pindah ke sekolah lu” ucap Bright.

“Terus apa? Ga peduli gue, urusannya sama anak chevolters gini” Ohm menanggapi perkataan Bright dengan santai.

hahahaha orangnya mantan nanon, anjing” ucap Bright dengan sarkas

“Tau dari?”

Yang mana? Info dia pindah atau info dia mantan nanon?” tanya Bright balik

“Anjing” Ohm mematikan sambungan antara dirinya dan Bright. Mendengar berita yg diberikan Bright, ia merasa marah dan kesal, entah kenapa sekarang pikirannya hanya penuh oleh Nanon.

Pagi itu Ohm Pawat baru saja selesai mandi, bagian bawah tubuhnya hanya dililit oleh handuk dan tangannya yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Suara ponselnya berdering, memperlihatkan nama temannya, Bright.

“Kenapa?” Tanya pawat to the point

lu pernah denger gasih anak chevolters ada yang keluar gara gara masalah sama anak anaknya?” tanya Bright

“Gatau, kenapa?”

anjing, anaknya pindah ke sekolah lu” ucap Bright.

“Terus apa? Ga peduli gue, urusannya sama anak chevolters gini” Ohm menanggapi perkataan Bright dengan santai.

hahahaha orangnya mantan nanon, anjing” ucap Bright dengan sarkas

“Tau dari?”

Yang mana? Info dia pindah atau info dia mantan nanon?” tanya Bright balik

“Anjing” Ohm mematikan sambungan antara dirinya dan Bright. Mendengar berita yg diberikan Bright, ia merasa marah dan kesal, entah kenapa sekarang pikirannya hanya penuh oleh Nanon.

“kenapa sih idenya piknik” keluh Nanon. Ohm tersenyum tak menghiraukan perkataan Nanon dan terus berjalan menyusuri jalan setapak dikelilingi rumput tinggi, cuaca berawan hari ini pun sangat mendukung untuk piknik. Nanon masih mengikuti langkah Ohm dari belakang, sebagian dirinya sangat ingin mencoba Picnic Date, tapi sebagian dirinya ingin sekedar berbaring di kasur empuk di dalam dekapan Ohm.

“nah, bagus kan?” Langkah Ohm terhenti saat kalimat tersebut keluar dari bibirnya. Nanon melihat sekelilingnya, di depannya ada danau dikelilingi rumput rumput hijau dan ilalang yang menjuntai di sekeliling danau. Beberapa detik Nanon terpukau dengan pemandangan yang di sediakan, dirinya merasa tenang saat menghirup aroma alam. Ia melihat Ohm menjuntaikan kain bermotif kotak kotak lalu mulai menata makanan yang mereka bawa, bukan makanan berat, hanya cemilan cemilan manis seperti donat, dan slice cake yang mereka beli.

Nanon tersenyum melihat Ohm yang sibuk memakan donat nya sambil membaca buku, dirinya memutuskan untuk mengambil beberapa bunga kecil berwarna yang berada di dekat danau.

“sini pake” ujar Nanon, meminta Ohm menjauhkan wajahnya dari buku dan mendekatkan kepalanya dan menyelipkan bunga kecil di telinga kekasihnya. “gimana?” tanya Ohm saat Nanon menjauhkan tangannya dari telinganya. “lucu” balas Nanon.

“sini aku pakein juga” Ohm meraih bunga kecil yang berada di tangan Nanon lalu menyelipkannya juga di telinga Nanon. “cantik, banget” puji Ohm, kekasihnya luar biasa cantik, lesungnya yang semakin dalam karena senyuman lebarnya ditambah pipinya yang memerah.

“kamu lagi baca apa sih?” tanya Nanon.

“Jane Eyre, buku Charlotte Brontë” Jawab Ohm. Nanon mendekatkan badannya lalu mengangkat buku yang berada di paha Ohm lalu membaringkan kepalanya di paha Ohm, ia menyodorkan bukunya pada kekasihnya “which page? bacain aku dong” ujarnya

“udah mau beres, aku baca bagian favorit aku ya?” Tawar Ohm, Nanon mengangukan kepalanya. ia meraih salah satu tangan Ohm untuk mengelus kepala dan wajahnya, kegiatan favorit Nanon. Ohm mulai membacakan kutipan favorit dari buku tersebut.

“Every atom of your flesh is as dear to me as my own: in pain and sickness it would still be dear. Your mind is my treasure, and if it were broken, it would be my treasure still: if you raved, my arms should confine you, and not a strait waistcoat” that's what it said by Mr. Rochester to Jane Eyre.” Ohm menatap manik Nanon, Nanon tersenyum mendengarkan kata indah yang Ohm bacakan, tangan kekasihnya masih mengelus pelan rambutnya, memberikan sengatan nyaman. Ohm tersenyum lalu menyimpan bukunya di sebelah tubuhnya lalu tangannya menuju dahi Nanon, mengelusnya pelan, lalu bergerak menuju kelopak matanya dan berakhir mengelus pelan bibir Nanon. Nanon tersenyum, tangannya terangkat mengelus rahang Ohm lalu dengan perlahan membawanya ke pangutan lembut dan penuh perasaan, tidak menuntut tetapi cukup membuat darah di sekujur tubuh Nanon mengalir ke kepalanya, mereka saling bertukar saliva dengan hembusan angin yang menyentuh kulit mereka.

Ohm melepaskan pangutannya, ia malah memberikan banyak kecupan di seluruh wajah Nanon, Nanon tertawa lalu bangun dari baringnya. Ia meraih wajah Ohm dengan kedua lalu mengecup seluruh inci wajah Ohm.

“kok basah sih non” keluh Ohm disela tawanya, wajahnya masih dikecup oleh Nanon.

“yakali lupa semenit lalu tukeran saliva” Ohm tertawa keras mendengar jawaban kekasihnya, ia juga ikut meraih wajah Nanon dan menekan pipinya dengan gemas.

Bulan oktober, bulan yang selalu Nanon tunggu setiap tahunnya, beralihnya musim panas menuju musim dingin merupakan waktu favorit Nanon, dimana daun daun yang berubah dari hijau menjadi merah lalu berguguran dengan indahnya mengikuti arah angin yang menari indah lalu mendarat di tanah dengan sempurnanya. Sudah hampir tahun kedua Nanon berada di kota Berlin, karena ayahnya yang diharuskan pindah. Tetapi dirinya bersyukur atas itu, jika ayahnya tidak diharuskan pindah ke Berlin mungkin ia tidak dapat melihat musim gugur secara langsung selama masa hidupnya.

Di siang hari ini Nanon menghabiskan waktunya dengan meminum teh hangat dan menikmati Gulaschsuppe dan roti di kamarnya sambil menatap keluar jendela memerhatikan daun berguguran dari pohon di depan pekarangan rumahnya. Kegiatannya terganggu oleh ponselnya yang berdering, memperlihatkan nama Ohm Pawat— sahabatnya, ya setidaknya kedua belah pihak sepakat bahwa status mereka sahabat, tertara di layar ponselnya. Nanon mengangkat panggilan tersebut, “hi” sapanya kikuk. terdengar kekehan diseberang sambungan,

hey, it's autumn

Nanon tertawa kecil, “iya, aku juga tau sekarang musim gugur”

“will you explore the endless halls with masterpiece placed on the table, with me?” Tanya Ohm .

Nanon tertawa lalu menjawab “bode museum perhaps? see you there in 20?”. menurut Nanon pergi ke museum adalah salah satu kegiatan yang tepat untuk dilakukan saat musim gugur selain menonton Opera di Komische Oper Berlin dan jalan jalan di Tiergarten lalu berakhir melihat festival lampu di Brandenburg.

sure Bode Museum, see you there.” Lalu panggilan pun terputus, Nanon bergegas menghabiskan supnya lalu mengganti bajunya dan tak lupa memakai jaketnya. Cuaca hari ini terbilang cukup bersahabat, meski udara dingin sudah mulai menyapa kulit tangan Nanon.

Bode Museum, museum yang berada tepat diantara Sungai Spree dan Kupfergraben. Nanon hanya mengetahui, museum bode merupakan museum yang berisi patung patung dari awal Abad Pertengahan hingga akhir tahun 1700-an. Entahlah, ia hanya sebatas mengetahui fakta tersebut, mungkin Ohm mengetahui isi koleksi Museum Bode lebih lengkap.

Terlihat dari jauh bangunan Bode Museum dengan desain arsitektur Neo-Baroque berdiri kokoh di ujung jalan. Nanon berjalan sembari menikmati hembusan angin musim gugur di pinggir sungai Spree, Museum Bode berada tak jauh dari stasiun kereta api Georgenstr— stasiun dimana Nanon turun, sekitar 10 menit ditempuh dari stasiun tersebut dengan berjalan kaki untuk tiba di Bode Museum, dan Nanon pun merasa tidak keberatan akan hal itu karena ia bisa menikmati hawa angin dingin dengan sedikit sinar matahari yang hangat menerpa kulitnya. Nanon mendapat pesan bahwa Ohm sudah sampai dan sudah membelikannya tiket untuk memasuki area pulau museum.

“Nanon” Suara bariton mengisi indera pendengaran Nanon, dengan refleks ia memutarkan kepalanya, mengikuti arah suara tersebut. Terlihat Ohm dengan pakaian serba hitam dengan turtleneck sweatshirt dibalut mantel hitam berbahan wol sedang tersenyum sambil melambaikan tangannya. Nanon tertawa kecil lalu berjalan mendekati Ohm.

“okay, jadi gimana nih rencanannya mister soon-to-be museology?” goda Nanon.

“hahahaha, jadi ini kita keliling keliling museum di pulau museum aja. kamu mau ke museum mana?” Jawab Ohm

“udah Bode aja” Ohm menganggukkan kepalanya, lalu menarik tangan Nanon untuk memasuki Museum Bode. Tentu Nanon terpesona dengan desain interior museum yang dibangun akhir abad ke-19 ini. Sebelumnya ia sudah 'searching' mengenai Museum Bode dan ia tahu museum tersebut memanglah menawan, tetapi yang ia rasakan saat memasuki museum tersebut rasanya seperti jiwanya berada di surga. Ohm tersenyum melihat Nanon yang menjadi salah satu patung karena terlalu terpesona.

shall we?” tanya Ohm menyadarkan Nanon yang masih tidak berkutik. Nanon tersadar lalu mengangguk. Mereka mulai menelusuri semua sisi yang berada di museum beserta dengan penjelasan Ohm mengenai patung patung bersejarah yang ia ketahui.

“ini patung buatan Donatello. Liat deh, dia secara ga langsung menggabungkan sensualitas klasik dengan moralitas humanisme. Patung ini cuman ditutupi dengan jubah yang pendek kan?” Nanon mengangguk menjawab pertanyaan retoris dari Ohm, Ohm tersenyum lalu kembali melanjutkan penjelasannya, “nah iya, jadi kaki kanannya hampir sepenuhnya telanjang sampai ke pinggul dan kaki kirinya yang diangkat. Kesimpulannya patung ini menggambarkan sentuhan karakter yang maskulin dan feminim disaat bersamaan.”

“paw, apa ada lagi sculptor yang bikin patung berkaitan dengan sensualitas?” Tanya Nanon penasaran, Ohm menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

“ada, sini aku tunjukkin karyanya” Ohm kembali menarik lembut lengan Nanon menuju salah satu patung.

“ini, salah satu favorit aku; The Barberini Faun patung ini sebenernya dipahat oleh pematung Yunani yang tidak dikenal dan sempat mengalami kerusakan parah di bagian tangan kiri sama kaki kanan terus tahun 1799 sama Vincenzo Pacetti ditambah di beberapa bagian yang hilang. Patung ini sebenernya risqué sih. Tapi, sentuhan sekualitas yang mencolok dari patung ini menarik bagi pecinta seni modern, ya karena ga semua menganggap ini ga pantas.”

Nanon membiarkan suara Ohm memenuhi pendengaran dan mengalir ke otaknya, ia senang mendengarkan penjelasan Ohm, sangat mudah dimengerti dan singkat, ia pun senang melihat antusiasme Ohm dalam menjelaskan detail patung patung indah di hadapannya. Sudah berjam jam Ohm dan Nanon berada di dalam Museum Bode, dan Nanon hanya memerhatikan Ohm sejak Ohm selesai menjelaskan tentang patung milik Pacetti tadi. Entah lah, seluruh pusat matanya hanya fokus menatap wajah Ohm dan senyumnya yang tak pernah ia lepas selagi menjelaskan keberadaan karya karya yang ia ketahui. Nanon pernah membaca satu kutipan ’in a room full of art, i’d still stare at you’ dan ia merasakan hal itu, di satu ruangan yang penuh karya karya luar biasa, manik dan perhatiannya malah tertuju pada Ohm Pawat, bahkan menurutnya Ohm lebih indah dari patung patung di sekelilingnya.

“paw, aku yakin kamu bakal jadi museologi terhandal” Puji Nanon, “makasih ya udah jelasin semuanya, aku jadi seneng ke museum. pokoknya cuman aku aja yang boleh kamu ajak ke museum” lanjut Nanon. Ohm mengerutkan kedua alisnya lalu tak lama dari itu senyuman lebar muncul dari wajah tampannya.

“iya nanon” jawab Ohm sambil mengacak ngacak pelan rambut Nanon.

Setelah Ohm dan Nanon puas mengelilingi seluruh ruangan di Bode Museum mereka memutuskan untuk keluar dan berjalan kaki menikmati musim gugur di taman yang tidak jauh saat menyeberangi sungai melewati Monbijou Bridge.

Keduanya terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. Menikmati indahnya kota Berlin saat musim gugur. “aku selalu suka musim gugur, tau ga kenapa?” tanya Nanon sambil menoleh ke arah Ohm memecah kesunyian diantara dirinya dan Ohm, Ohm menggelengkan kepalanya pelan.

Scott Fitzgerald once said: life starts all over again when it gets crisp in the fall.” Lanjut Nanon memalingkan tatapannya dari Ohm.

“sini deh” Nanon menarik tangan Ohm menuju tumpukkan daun dibawah pohon yang sudah berguguran hingga terdengar suara bisikkan daun kering.

“nih, liat ya” Nanon mulai melompat lompat diatas tumpukan daun dengan senangnya, Ohm tertawa kencang melihat kelakuan Nanon yang seperti anak kecil. melepaskan genggaman tangan mereka yang masih menyatu dengan tangan Ohm dan Ohm pun ikut meloncat kecil, ikut bermain dengan daun-daun kering.

“Nanon, telapak tangan kamu dingin banget” Ujar Ohm saat kembali menyentuh tangan Nanon, berniat mengajaknya lanjut berjalan. Dengan sigap Ohm meraih kedua tangan Nanon yang dingin.

“apa hawanya terlalu dingin buat kamu?” Tanya Ohm, Nanon mengangguk kecil, tidak terlalu dingin sih, tapi cukup membuat telapak tangan dan pipi Nanon dingin.

“boleh ya aku simpen kedua tangan kamu di lubang mantel aku?” Nanon mengerutkan kedua alisnya, lalu jika Ohm menyimpan kedua tangannya di lubang mantel Ohm bagaimana ia bisa berjalan?

“terus? jalannya gimana?” Tanya Nanon, Ohm mengelus pelan ubun-ubun Nanon lalu meraih tangan kiri Nanon untuk melingkar di lengan kiri Ohm, dan Ohm menggenggam tangan kanan Nanon dengan tangan kirinya dan memasukinya kedalam saku mantelnya.

impressive” celetuk Nanon sambil tertawa, kini tubuhnya menempel dengan tubuh Ohm dan tangannya pun bergenggaman dengan tangan Ohm.

Nanon, the leaves aren't the only thing falling this season, i'm also falling for you” Nanon terdiam mendengarkan pernyataan Ohm. Apa ini artinya Ohm mengutarakan perasaannya? Sial, pikiran Nanon sudah tidak karuan, pipinya yang awalnya dingin mulai memanas. Ohm melepaskan genggaman tangan Nanon yang masih berada di dalam mantelnya, ia memutar tubuhnya menghadap Nanon lalu menangkup kedua pipi Nanon dan mengecupnya pelan. Nanon terdiam, mencoba mencerna semua perlakuan Ohm dan menutup matanya. Menikmati bibir hangat Ohm menempel di bibir dinginnya. Ohm melepaskan kecupannya. Nanon membuka kedua matanya, menatap lurus ke manik cokelat tua milik Ohm lalu ia menarik tengkuk Ohm dengan perlahan untuk kembali menciumnya. Keduanya tenggelam dalam ciuman lembut ditengah berjatuhannya daun-daun yang tertiup angin.

“haaaa, dingiiinn” rengek Nanon, setelah ia sengaja melepaskan ciumannya dengan Ohm saat angin berhembus. Ohm tertawa kencang lalu kembali membawa kedua tangan Nanon ke awal semula ia menggengamnya.

next time, take me to a museum and kiss me between the paintings and statues” ujar Nanon. Ohm menganggukan kepalanya lalu mengecup dahi Nanon dan melanjutkan perjalanan mereka menuju restoran untuk mengisi tenaga dan menghangatkan tubuh.

Dan dengan itulah, status hubungan sahabat mereka berubah menjadi lebih intim dan lebih berharga dari segalanya.

Their Love is like autumn; heady, golden, and pure but limited, always doomed to expire.

Nanon menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya, pandangan matanya lurus menatap kosong ke arah sesosok lelaki di ujung ruangan. Lelaki berkaos hitam dengan celana hitam dan smartwatch yang melingkar sempurna di pergelangan tangan sebelah kirinya itu berdiri di dekat railing kaca di belakangnya dengan pemandangan gedung gedung pencakar langit terlihat jelas dari atas sini. Secara tidak langsung ia membiarkan dirinya tenggelam dalam pesona pemuda itu.

“sini foto” ajak pemuda yang sedari tadi memenuhi pandangannya, “tidak” nanon menjawab sambil menggelengkan kepalanya yang masih ditopang kedua tangannya.

“view nya cantik, sini. janji deh kamu ga akan kalah cantik kok” Nanon tersenyum mendengarnya, ugh, kata kata manis itu lagi. Nanon beranjak dari kursinya, berjalan mendekati pemuda itu. “sini handphone kamu” Nanon mengambilnya dari genggaman pemuda tersebut dan mendorong tubuh pemuda itu mendekati railing kaca itu.

“gaya dong, kan udah ganteng” Ujar Nanon sambil mengarahkan kamera ponsel. “ih ganteng banget ohm pawat ini” Nanon serius dengan ucapannya, pemuda di depannya benar benar tampan, ditambah lagi personality Ohm Pawat yang selalu bisa membuat Nanon jatuh cinta lagi. Berkali-kali Nanon mencoba melupakan perasaannya, berkali-kali juga ia gagal. Setiap perbuatan Ohm –tidak, setiap pergerakan Ohm selalu melekat dan terekam dengan indah di otaknya.

“udah nih, ganteng kan potretan aku” Nanon menyombongkan hasil potret Ohm, Ohm tersenyum lalu mengambil ponsel miliknya dan merangkul pundak Nanon berjalah “padahal aku mau foto kamu, Nanon”,

“not in the mood” Nanon menjawabnya dengan senyuman kecut yang terlihat di wajah manisnya.

“tumben? kamu gasuka kesini? yaudah ayo pergi. kita jalan jalan lagi” Ajak Ohm dengan cekatan beranjak dari kursinya, mengulurkan tangan ke Nanon, memberikan isyarat untuk pergi dari tempat ini. Nanon menggeleng. Nanon meraih tangan Ohm lalu menuntunnya untuk kembali duduk di hadapannya “ish, duduk lagi cepet. bukan itu”.

Wajah Ohm menunjukan ekspresi bingung, tumben sekali mood sahabat dekatnya sedang tidak bagus, padahal biasanya jika mereka jalan jalan berdua mood Nanon akan naik dengan cepat. Ohm memerhatikan Nanon yang sedari tadi sibuk menghabiskan minumannya sambil memerhatikan sekitarnya.

“kamu ngapain sih? ngecengin cewek ya?” goda Ohm, Nanon hampir saja tersedak mendengar pertanyaan Ohm yang malah jatuhnya adalah pernyataan. Nanon melepaskan bibirnya yang dari tadi bersarang di sedotan, “ya engga lah, ngapain juga”

Ohm tertawa kecil, “udah yuk? aku bosen sebenernya disini. kita jalan jalan sambil jajan ya? atau mau cari drive in gitu?” ajak Ohm. Nanon tersenyum lalu segera menghabiskan minumnya dan pergi dari café dengan pemandangan indah ini.

Nanon berjalan di belakang Ohm, ia sengaja tidak menyamakan langkahnya dengan Ohm, tak tahu kenapa mood nya hari ini benar benar sedang sendu jika ia melihat Ohm. Ohm yang sadar Nanon berada di belakangnya berhenti dan memutarkan badannya, lucunya Nanon yang sedari tadi berjalan sambil memandang sepatunya malah menabrak dada Ohm, refleks ohm memegang pundah Nanon dan mengelus pelan dahi Nanon.

“kenapa nunduk, hm?” tanya Ohm, Nanon tersenyum lebar diselingi tawa kecil dan ikut mengelus pelan dahinya yang tadi menabrak dada Ohm. Manis. Senyuman Nanon manis sekali.

“kan udah dibilang jangan jalan di belakang aku, harus sebelahan sama aku” Ohm menarik pinggang Nanon, menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh Nanon. Nanon tersenyum dan menjawab “tadi sepatu aku kayak ga enak gitu, makanya aku lama jalannya”

“bilang ke aku, aku tungguin” Mereka melanjutkan jalannya menuju mobil Ohm. Nanon hanya mengangguk pelan, “nih masuk, hati hati kepalanya” Ohm membukakan pintu mobil untuk Nanon, ia juga menjaga kepala Nanon dengan tangannya agar tidak terbentur dengan badan mobil, karena mobil sportnya yang pendek. Setelah memastikan Nanon masuk dalam mobilnya, ia menutup pintu dan bergegas menuju kursi pengemudi.

“playlist aku boleh ga?” tanya Nanon saat mobil sudah berjalan meninggalkan tempat tadi, Ohm mengangguk dan tersenyum “boleh lah, ngapain nanya yang kayak gitu?”

“siapa tau ga boleh?” Ohm, melepaskan tangannya dari setir, bergerak mengelus pelan kepala Nanon, “kapan aku ga ngebolehin kamu?” Nanon tersenyum dan segera mencari lagu yang akan ia putar.

Bodohnya, Nanon malah memutar lagu Sabrina Claudio – Truth Is –lagu yang ia putar saat dirinya saat ia memikirkan Ohm– Betul, Nanon memikirkan Ohm sekarang, bahkan saat ia berada tepat di sebelahnya.

I don't feel you, I ripped the last page out I don't even get jealous when you mention other women I don't, I don't And I don't miss you, I'm doing better now I don't even think of calling 'Cause I never feel like talking, I don't I don't need you But I need you Truth is I'm dishonest 'Cause I'm always scared to get too deep Truth is that I want this 'Cause I always see you in my sleep Truth is that I love you Even when I'm trying not to When I touch me, I'm more than someone else I don't even think about you Reminisce it, wish I had it 'Cause it wasn't even that good Wasn't even that good Forget you, I can't forget you

Nanon menyanyikan lagu itu, sampai ia tersadar tak seharusnya ia memutar lagu ini disaat seperti ini, ia segera memindahkan lagunya menjadi lagu yang lebih seru untuk dinyanyikan. Ohm yang mendengarkan lagu yang Nanon tadi nyanyikan rasanya seperti ada benturan hebat di dadanya, sedari tadi ia mendengarkan lirik lagu tersebut dengan saksama dan mencoba memahami arti lagu nya.

“Coba ulang lagu tadi” Ohm meminta Nanon mengulang lagunya, “lagu ini?” tanya Nanon.

“bukan, lagu yang pertama kamu nyanyiin” Nanon terdiam mendengar permintaan Ohm untuk mengulang lagu tadi, dan dengan terpaksa ia mengulangnya untuk Ohm. Nanon menundukkan kepalanya, mencoba mengalihkan pikirannya dengan hal lain.

“kamu lagi ngerasa gini?” tanya Ohm, ia sengaja menepikan mobilnya, guna bisa melihat wajah Nanon. Nanon mengangkat kepalnya, memberanikan diri menatap Ohm. “engga, lagi pengen nyanyi aja” jawab Nanon. Membohongi diri sendiri lagi, sudah seperti makanan Nanon setiap hari.

“bener ya?” tanya Ohm, Nanon mengangguk cepat sebagai jawaban dan tersenyum lebar –senyum palsu. Ohm kembali memaju kan mobilnya menuju drive in cinema yang sedang booming sekarang sekarang ini. Sesampainya disana Ohm lantas memarkirkan mobilnya sesuai yang diberi oleh pegawai cinema tadi. Ohm sengaja membuka kap atas mobilnya agar mereka bisa nemikmati senja dan film dengan lebih nikmat, tak lupa membeli popcorn dan makanan ringan lainnya.

“seneng! ini pertama kalinya aku drive in cinema loh paw” Nanon mengeluarkan ponselnya, mencoba mengabadikan situasi senja dan layar lebar di depannya. Ohm tertawa, “ini first time aku juga kok, Non”.

Lalu, mereka kembali menikmati film yang diputar di layar besar, mereka terhanyut oleh film, terkadang Ohm memerhatikan Nanon yang matanya sibuk menonton dan mulutnya yang sibuk mengunyah popcorn, menggemaskan. Jika dirinya disuruh mengurutkan orang yang paling penting di hidupnya, Nanon tentu saja menempati posisi kedua setelah orang tuanya, bahkan Ohm lebih mementingkan Nanon dibandingkan dirinya sendiri.

“paawww, laper” rengek Nanon setelah film yang diputar selesai. Ohm senang mendengar Nanon memanggilnya ‘paw’ yang berarti Nanon mulai manja kepadanya, ia tertawa melihat Nanon yang seperti bayi, bibir bawahnya ia majukan dan matanya yang membesar, “iya ayo jajan” Jawab Ohm sambil sibuk mengendari mobilnya untuk bisa keluar dari area drive in.

Mereka memutuskan berhenti di food festival yang sedang berlangsung, tentu saja Nanon senang, ia bisa membeli apa saja yang ia mau dan memakan apa saja yang ia mau. Nanon menarik tangan Ohm menuju food truck, “jangan lari, Nanon” tegur Ohm.

“ishh, keburu ngantri panjang” bela Nanon, Ohm sengaja menarik pelan tangannya agar Nanon tidak berlari “dibilangin jangan lari, gabisa dibilangin banget ya?” Nanon terdiam mendengar ucapan Ohm dan tidak melanjutkan larinya, segera ia melepas tangan Ohm dan kembali berlari menuju food truck meninggalkan Ohm. Tidak boleh satupun orang melarang Nanon untuk mendapatkan makanannya –ya kecuali jika habis.

Setelah puas membeli makanan, Nanon dan Ohm kembali ke mobil. Ohm ingin memakan makanannya di mobil, tidak ingin diganggu orang lain yang berlalu lalang. Nanon sibuk memakan mac n cheese nya dan Ohm yang sibuk memakan lasagna.

“pwasang lagwu ya?” Tanya Nanon sambil mengunyah, Ohm tersenyum lalu mengambil tissue untuk mengelap bibir Nanon yang masih mengunyah, “iya boleh. kunyah dulu, nanti keselek aku yang repot” Nanon mengangguk dan meraih ponselnya memasang playlist miliknya. Ohm menyimpan makanannya, rasanya ia kenyang melihat Nanon yang memakan makanannya dengan lahap, dan sedikit belepotan.

“laper banget ya?” Tanya Ohm, ia membuka botol minum untuk Nanon dan dirinya, Nanon mengangguk. Terkadang badannya ikut bergerak senang setiap kali ia menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Ohm menyodorkan tissue untuk bibir Nanon. “Nih, atau aku yang bersihin?”

“bersihin dong tolong paw, liat tangan aku penuh” Nanon menyodorkan wajahnya –lebih tepat bibirnya ke arah Ohm, mengizinkan Ohm membersihkannya.

Bodohnya Ohm, ia tidak mengelap bibir Nanon. ia tidak menggunakan tissue yang tadi ia sodorkan untuk Nanon, pikirannya sudah tidak bersamanya sedari tadi. Dengan lancang Ohm malah membersihkan sisa makanan di sekitar bibir Nanon dengan bibirnya, kedua tangannya menangkup kedua pipi gembul Nanon. Gila. Ohm Pawat benar benar gila, dan sialnya lagi lagu Friends Don't Kiss Friends – Studio Black mengisi penuh keheningan diantara mereka yang sama sama terkejut.

Nanon menarik kepalanya dari tangkupan tangan Ohm, wajahnya memerah, seluruh darah mengalir menuju wajahnya, dengan salah tingkah ia mengabil tissue yang berada di atas paha Ohm dan mengelapkan pada bibirnya. Ia merasa bodoh, saat ohm menciumnya ia malah membalas ciumannya.

“are we friends?” Tanya Ohm, ia mengecilkan volume lagu tersebut. Nanon mencoba mencerna pertanyaan Ohm, ia masih belum bisa mengendalikan pikirannya. “hmm, iya??” jawaban Nanon terdengar seperti pertanyaan balik.

“but friends don’t kiss friends, right?” Ohm memojokkan Nanon dengan perkataannya, padahal ia sendiri yang mencium Nanon dengan lancang. Nanon terdiam seribu bahasa, apa inikah artinya perasaan terhadap sahabat kecilnya akan berbalik?

“ada kok sahabat yang ciuman” senggah Nanon. Ohm tertawa mendengarnya, “apa setelah mereka berciuman semuanya akan sama? perasaan mereka bakalan berubah, Non”

“terus?” Nanon menunggu kalimat Ohm selanjutnya.

“perasaan kamu gimana?” Tanya Ohm

“sama seperti 2 tahun lalu” Jawab Nanon, Ohm terdiam.

“ lalu 17 tahun yang lalunya?” Nanon tersenyum, mendengar pertanyaan Ohm. “17 tahun yang lalu aku nganggep kamu sebagai sahabat, sejak 2 tahun yang lalu perasaan aku berubah. Maaf ya, aku ga bersyukur. Aku malah ingin lebih”

Ohm kembali menangkup kepala Nanon, membawanya kedalam ciuman yang lebih intens dan lebih lembut, secara spontan Nanon menutup matanya, ia tersenyum saat Ohm menciumnya, Ohm seperti menyalurkan semua perasaanya pada Nanon. Nanon membiarkan Ohm menguasai dirinya.

“jadi teman hidup nih?” Kalimat yang Ohm lontarkan setelah melepaskan ciuman antara dirinya dan Nanon. Nanon tertawa kencang lalu menjulurkan lidahnya sambil menjawab “teman tapi ciuman gaada paw”.

“yaudah, temen hidup aja ya, hm?” Nanon mengangguk dan Ohm mengecup pelan bibir Nanon.

Nanon tidak pernah memikirkan bahwa dirinya dan Ohm akan bolos sekolah berdua, mengingat dirinya yang tidak menyukai Ohm, dulu. Sekarang Nanon bingung dengan perasaannya, ia tidak lagi membenci Ohm, hanya saja ia tidak terbiasa bersikap baik di hadapan Ohm. Nama kontak Ohm di ponsel Nanon pun sudah berubah sesuai dengan nama yang Ohm pakai.

“sarapan dulu ya?” Ohm memecah keheningan diantara mereka, Nanon yang sibuk dengan pikirannya dan Ohm yang fokus menyetir.

“iya” Nanon menjawabnya dengan singkat, bingung untuk memulai percakapan —lebih tepatnya malas.

“mau sarapan apa? bubur?” Nanon hanya bergumam menjawab pertanyaan Ohm lalu kembali kalut dengan pikirannya

Mobil Range Rover Ohm berhenti didepan tukang bubur yang katanya selalu ramai dan enak

“bang, bubur 2. 1 gapake kacang, cakue, ya. satu lagi abang tanya aja ke dia, katanya minta gapake mangkok” Ohm berujar dengan wajah resenya.

“A, buburnya bener gapake mangkok?” Tanya tukang bubur pada Nanon, teori dari mana coba makan bubur tidak menggunakan mangkok? Nanon hanya bisa mendengus mendengarkannya.

“Lagian bang percaya aja sama dajjal, ya pake dong bang, gapake kacang sama cakue ya” Tukang bubur tersebut tertawa.

“ada ada aja, mana ada dajjal ganteng gitu, A” Nanon melotot mendengar pernyataan abang tukang bubur diselingi tawa nya. Nanon mencoba mengabaikan tukang bubur itu dan duduk di meja yang sudah Ohm tempati.

“mau kemana sih?” Tanya Nanon mengalihkan Ohm yang sedang sibuk dengan ponselnya.

“gatau, lo mau kemana” rasanya Nanon ingin menggeplak kepala Ohm yang malah bertanya balik.

“gatau anjir???? lo yang ngide bolos???” Nanon mengerutkan alisnya kesal.

“gajadi bolos yuk?” Ohm bertanya dengan santai, tentu saja Nanon terkejut mendengarkan pertanyaan Ohm, yang menurutnya lebih ke pernyataan.

Nanon memutar bola matanya, mengerti bahwa yang semua Ohm katakan adalah omong kosong untuk menggodanya dan memilih untuk memakan bubur yang baru saja dihidangkan.

“ke taman safari mau ga?” Tanya Ohm saat mereka sudah selesai makan dan berjalan menuju mobil Ohm. Nanon kelihatan berpikir.

“iya ok” Jawab Nanon, pikirnya seru juga melihat binatang binatang, ditambah lagi hari ini mungkin akan cerah. Ohm dan Nanon menempuh hampir satu setengah jam untuk tiba di taman safari. Selama perjalanan baik Ohm ataupun Nanon mulai terbiasa dengan perbincangannya, Nanon pun tak malu untuk bernyanyi dengan kencang saat lagu favoritnya terputar di stereo mobil Ohm. Ohm yang melihat Nanon yang aktif berbicara ikut senang dan merasakan bahwa inilah Nanon yang ia cari, Nanon yang ceria, Nanon yang bawel, bukan Nanon yang melihat wajahnya dari jauh sudah murung dan intonasi bicaranya yang ‘nge-gas’.

“beli wortel dong sama buah buahan” Nanon berujar saat mereka sudah sampai didepan taman safari.

“iya bawel” Ohm tersenyum setelah melontarkan kata kata tersebut. Anehnya Nanon malah ikut tersenyum mendengarnya.

Mereka mulai memasuki Taman Safari, tak lupa Nanon yang langsung membuka seatbelt dan kaca jendela pintu mobilnya, melihat keluar dengan antusias, memberi makanan binatang binatang serta menyapa binatang binatang yang jauh dari jangkauannya.

Jika Ohm ditanya, apa momen yang tidak akan ia sesali ia mungkin akan menjawab bahwa ia tidak menyesal menarik Nanon untuk ikut balapan dan ia tidak menyesal mengajak Nanon untuk bolos sekolah bersamanya. Secara perlahan Ohm merasakan gemuruh di dadanya, badannya pun seperti tersengat listrik saat ia memikirkan Nanon, seperti bagian yang hilang dari dirinya perlahan mulai memenuhinya. Aneh.